Ketika merayakan Ekaristi di sebuah gereja paroki, seluruh umat yang hadir berdoa dengan suara lantang dan bernyanyi bersama dengan suara bulat penuh penghayatan. Sang dirigen trampil memberi aba-aba, tidak hanya kepada anggota kor tetapi juga kepada umat. Ajakan dari komentator atau imam menolong umat untuk mengambil sikap bersama pada saat yang tepat. Hampir semua umat memegang buku nyanyian dan turut bernyanyi bersama. Cara mereka mengucapkan doa dengan artikulasi yang jelas, sikap liturgi (bersama duduk, berdiri, berlutut, berarak, dlsb) memberi kesan tentang kesadaran dan penghayatan yang dalam.
Itu semua merupakan sejumlah hal nyata dan bukan impian (walaupun di paroki lain saya mengalami hal yang berbeda).
Seusai perayaan tersebut saya mengungkapkan kegembiraan dan rasa terima kasihku kepada para pelayan. Ketua Seksi Liturgi menjelaskan bahwa mereka biasa menggunakan sedikit waktu pada awal perayaan untuk membuat latihan dalam hal-hal tertentu (sikap, doa atau nyanyian). Juga dalam pertemuan lingkungan atau umat basis mereka mendapat penjelasan serta membuat latihan untuk semakin trampil merayakan Ekaristi. Ada kesan kuat bahwa umat dari paroki tersebut memperlihatkan semangat untuk meningkatkan mutu partisipasi mereka dalam liturgi dan turut mempengaruhi partisipasi mereka dalam kegiatan-kegiatan lain. Persekutuan mereka sangat hidup.
Jelaslah penghayatan partisipasi yang aktif dan sadar serta penuh butuh proses pendidikan yang panjang. Dalam proses ini kegiatan-kegiatan umat dalam bidang lain mempunyai pengaruh timbal balik yang amat erat.
Disadari bahwa proses pendidikan partisipasi dalam liturgi tidak terlepas dari suatu pemahaman yang benar tentang hakekat partisipasi itu sendiri. Umat mengambil bagian dalam liturgi baik secara lahiriah nampak maupun secara batiniah tak kelihatan, baik dalam keaktifan sikap, doa dan nyanyian maupun dalam keheningan mendalam dan kudus, baik bersama-sama dengan anggota umat lain maupun sendiri-sendiri secara pribadi, baik di dalam perayaan liturgi maupun di luar perayaan dalam kegiatan harian. Yang menjadi dasar kuat untuk partisipasi umat adalah rahmat Sakramen Permandian yang memberikan kesanggupan untuk melaksanakan tugas imamat rajawi.
Oleh permandian umat memperoleh daya kekuatan Roh Kudus untuk meneladani Yesus Kristus yang rela berpartisipasi dalam hidup manusia, dalam suka dan duka, dalam penderitaan dan kematian untuk menyelamatkan manusia lewat kebangkitan mulia. Maka partisiapasi yang benar akan terjadi bila kita rela mengambil bagian dalam hidup serta karya Yesus Kristus; dan tidak mengandalkan kekuatan diri, melainkan kekuatan Yesus sendiri. Dengan demikian kita tidak hanya mengambil bagian dalam hidup dan kegiatan orang lain tetapi juga dan terutama dalam hidup dan kegiatan Allah sendiri, dalam hidup ilahi.
Dengan rendah hati kita semua akan berusaha mengambil bagian aktif sesuai dengan peran liturgis kita, seraya menghargai peran liturgis khusus dari petugas-petugas lain. Maka kita perlu menyadari tugas kita masing-masing dan bersama, serta melaksanakannya sebaik mungkin, tidak lebih dan tidak kurang, demi Tuhan dan demi sesama. Tidak hanya demi diri sendiri. Untuk itu dihimbau agar kita menghindarkan gejala “laikalisasi imam” dan “klerikalisasi awam” dalam perayaan liturgi.
Semoga Tata Perayaan Ekaristi rekonyisi (TPE 2005) mendorong kita melihat kembali dan memahami hakekat dan mutu partisipasi kita dalam liturgi, lalu berusaha meningkatkannya sedemikian rupa sesuai dengan harapan Gereja. Semoga.
Selengkapnya tentang Majalah Liturgi Edisi 4 tahun 2005 dapat dibaca dan didownload di sini.
No comments:
Post a Comment